A.Pengertian Analgesia epidural
Analgesia Epidural adalah Nyeri
yang dirasakan selama kala satu persalina terjadi akibat kontraksi uterus dan
pembukaan serviks, impuls nyeri memasuki medula spinalis pada segmen
spinal T10,T11,T12 dan L2.nyeri yang
dirasakan pada kala satu lanjut serta kala II persalian disebabkan oleh
renggangan otot-otot dasar panggul dan perineum; impuls nyeri ini dihantarkan
melalui nervus pudendus dan memasuki medula spinalis setinggi segmen spinal S2,
S3, dan S4. Dengan demikian, analgesia epidural yang efektif untuk nyeri
persalian memerlukan blog sensorik yang merentang dari T10 sampai S5, dengan
blok motorik minimal.
Analgesia
epidural merupakan metode penghilang rasa nyeri persalian yang paling efektif;
meskipin demikian, teknik ini bersifat invasif dan memerlukan staf perawat
serta dokter yang terampil untuk penyelenggaraan metode epidural ini
menghilangkan nyeri dengan sangat baik dan kontinu pada lebih dari 70% pasien. Dibandingkan
dengan metode penghilang rasa nyeri, hipokopnea –yang ditimbulkan oleh rasa
nyeri dan kekhawatiran, selain itu, asidosis metabolik yang terjadi pada
analgesia epidural lebih ringan bila dibandingkan dengan asodosis pada
pemberian petidin. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika penggunaan
analgesia epidural meningkat dibanyak unit metimitas di inggris. Di amerika
serikat , tingkat penggunaan teknik ini adalah sekitar 50%.
Analgesia
epidural diindikasikan ntuk menghilangkan nyeri pada persalinan tanpa
memperhatikan pembukaan serviks , atas permintaan parturieen.banyak unit
maternal menganggap beberapa kondisi kebidanaan tertentu sebagai indikasi
analgesia epidural; ini meliputi hipertensi yang diinduksi kehamilan, preeklamsia
tanpa koagulopati, jaringan perut,presentasi bokong, kembar, persaliana
ppretem, serta semua kondisi medis yang tidak menginginkan aktivitas
simpatoardrenal berlebihan. Sayangnya, terdapat beberapa kontraindikasi untuk
menggunakan analgesia epidural, termasuk penolakan ibu, koagulopati, infeksi
lokal pada daerah insersi kateter epidural, hipovolemia yang tidak diobati, dan
tekanan intrakranial yang meningkat. Resiko anestesi regional pada pasien
HIV-positif telah dievaluasi pada sejumlah kecil pasien tersebut, hasilnya
menunjukkan bahwa anestesi regional dapat
dilakukan denang amat dalam kelompok ini.
B.
Teknik
atau cara pengobatan epidural
Sebelum pelaksanaan blok epidural, terlebih dahulu
dipasang infus intravena. Kebanyakan ahli anestesi lebih menyukai pasien dalam
posisi pungsi lumbal lateral, meskinpun yang lain lebih menyukai posisi duduk
yang memberikan fleksi lumbal yang lebih baik dan pandangan terhadap patokan
yang lebih jelas.
Ibu
duduk pada ujung ranjang dengan punggung dalam posisi fleksi. Dengan handuk
steril,dbawah kondisi aseptiklengkap, krista iliaka dipalpasi; ruang-antara
L4-L5 terletak pada tingkat ini. Biasanya dipilih ruang antara L3-L4 atau L2-L3
untuk mencapai rongga epidural. Dengan menggunakan jarum 25G, dibuat suatu
gelembung kulit diatas ruang antara yang telah dipilih, dan jaringan subkutan
dinfiltrasi dengan larutan anestetik lokal (lignokain hidroklorida 1%). Untuk
mempermudah insersi ujung tumpul jarum tuohy (16G atau 18G), kulit ditores
menggunakan skalpel, atau lebih baik dengan ujung jaru tajam suntik biasa,
untuk menghindari masuknya unsur-unsur kulit kedalam rongga epidural. Jarum
tuohy kemudian dimasukan secara mantap dengan tekanan dorongan terkendali,
permukaan ujung jarum yang landai menghadap keatas,menerobos jaringan subkuntal
dan ligamentum supraspinomus. Stilet kemudian ditarik dan sebuah spuit 10 ml berisi udara atau
salin steril dipasangkan pada jarum. Pangkal jarum dipegang kuat dengan ibu dan
telunjuk kiri, sementara jari-jari lain bertumpu pada punggung pasien untuk
memastikan kontrol maksimum pada jarum. Ibu jari tangan kangan terus menekan
dengan tekanan sedang pada pendorong spuit, dengan hanya menggunakan tangan
kiri, jarum perlahan-lahan dieruskn secara mantap menerobos ligamentum interspionosum.
Setelah mencapai ligamentum flavum, tahanan akan meningkat.skeadaan ini diikuti
dengan kehilangan tahanan mendadak saat jarum mencapai rongga eidural, dan pada
titik ini, pemasuka jarum harus dihentikan.
Pengguna
udara untuk mengidintifikasi rongga epidura bukan tanpa masalah, dan hal ini
telah dilaporkan menyebabkan analgesia yang tidak sempurna, segmen yang tidak
terbelok , embolus udara, dan insiden tinggi pungsi dura yang menyertai. Pungsi
dura merupakan salah satu komplikasi
analgesia epidural yang tidak boleh terliput. Jika menggunakan spuit berisi
udara, setiap caira yang keluar melalui jarum setelah spuit dilepaskan pasti
meupakan cairan serebrospinal (CSS). Pada pengguna spuit berisi salin, jika
aspirasi melalui jarum mengakibatkan aliran cairan yang kontinu, pungsi dura
dapat dipastikan.
Untuk
teknik blok epidural kontinu, suatu kateter epidural dimasukkan melalui jarum
dan diteruskan. Saat memasuki rongga epidural, terasa adanya tahanan ringan;
dari titik ini. Kateter dimasukkan 5 cm lagi dan jarum kemudian dilepaskan dari
katater, semtara tekanan pada katater tetap dipertahankan. Selanjutnya kateter
difiksasi kuat pada kulit ditempat masuk menggunakan pita adhesif tahan air.
Praktik standar adalah untuk menggunakan filter bakteri sebagai penangkal
infeksi dan untuk memerangkap
partikel-partikel gelas dari ampul anestetik lokal yang dipertahankan. Aspirasi
kateter harus dilakukan guna menyingkirkan pungsi dura oleh kateter atau
penempatan kateter secara intravaskular. Sebelum itu, diberikan dosis uji
lignolain 2% sebanyak 3 ml. Bila anestesi lokal secara tidak disengaja
terinjeksi kedalam ruang subraknoid, blok nuralnya akan tampak dalam waktu
singkat. Lima menit setelah pemberian dosis uji, bila jari kaki masih dapat
digerakkan, injeksi anestesi lokal kedalam subaraknoid dapat disingkirkan.
Bupivakin
merupakan anestetik lokal paling sesuai untuk analgesia epidural kontinu karena
lama kerja yang panjang serta serta resiko kadar fatal:maternal yang rendah.
Dimasa lampau, bupivakain 0,375-0,5%telah digunakan secara luas sebagai dosis bolus
internal yang rendah. Di masa lampau, bupivakain 0,375-0,5% telah digunakan
secara luas sebagai dosis bolus intermiten sampai volume total sebesar 8-10 ml.
Saat ini, larutan anestetik lokal yang lebih encer lebih banyak digunakan untuk
mempertahankan kekuatan motorik. Dosis total sebesar 2 mg/kg berat badan tidak
boleh dilampaui.
Selama
blok epidural, tekana darah pasien harus dipantau setiap 1-2 menit selama 10
menit pertama setelah injeksi anestetik lokal, dan setiap 5-10 menit sampai
pengaruh blok berkurang. Ibu tidak boleh ditinggal tanpa pengawas dan harus
diusahakan tetap berada pada posisi berbaring miring ( lateral) untuk mencegah
okulasi vena kava. Bila terjadi analgesia unilateral, pasien dipindahkan ke
sisi tubuh yang lain dan diberi injeksi tambahan anestetik lokal sebanyak 5 ml.
C.
Efek
samping epidural
Ø
Hipotensi (lebih menurun dengan CSE), mual, pingsan
Ø
Dural tap, bila jarum
secara tidak sengaja menusuk dura meter, mengakibatkan menurunnya tekanan
intrakranial yang berpotensi menimbulkan sakit kepala berat selama beberapa
hari berikutnya
Ø
Anestensi spinal total;
terlalu banyak memberikan injeksi anestensi lokal kedalam ruang subaraknoid
dapat menyebabkan henti nafas
Ø
Blok parsial (nyeri
membandel), yaitu saat kontraksi masih tetap dirasakan disalah satu area
abdomen
Ø
Toksisitas obat:
gelisah, pusing, tinitus, rasa logam, mengantuk
Ø
Perubahan suhu; ibu
biasanya mengalami efek vasodilatasi dari bupivakain yang menyebabkan kaki
terasa hangat, suhu meningkat tetapi tubuh menggigil.
Ø
Retensi urine
Daftar
Pustaka
Bonnets
U.R, Brow L.K(eds) 1999 Mysles textbook for midwives. 13th end. Churchill Livingstone, Edingburgh
Collis
R.E, Davies D, aveling W 1995 Randomised comparion of combined spinal epidural
and mandard epidural analgesia in labor. The lancet 3 june (345):1413-1416 May A 1994 epidural for
childbrith. Oxfort universitypress, Oxford