TUGAS FARMAKOLOGI
OBAT ANALGETIK DAN ANTIPIRETIK
Disusun Oleh :
Ratni Oktavia I. M.
Keretana : 16150006
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
FAKIULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI DIII KEBIDANAN
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami
panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan dan
kesehatan kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini. Tak
lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing kami, yang telah memberikan
ilmu dalam mata kuliah ini.
Dalam makalah Farmakologi ini
kami membahas tugas mengenai obat
analgetik dan antipiretik efek samping dan cara mengatasi, serta
akan membahas penggolongannya
masing-masing. Kami selaku penyusun makalah ini berharap supaya makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat dipergunakan dengan baik dalam perkuliahan.
Kami menyadari bahwa makalah
ini belumlah sangat sempurna oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca supaya makalah ini bisa menjadi
lebih baik.
DAFTAR ISI
Kata pengantar.................................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................
A.
Latar belakang.......................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C.
Tujuan....................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................
A.
Pengertian
Analgetik dan Antipiretik............................................................... 2
B.
Penggolongan Analgetik NSAID..................................................................... 2
C.
Efek Samping
Analgetik................................................................................... 11
D.
Dampak Analgetik pada Kehamilan................................................................. 11
E.
Studi Kasus Penggunaan Analgetik dan Antipiretik........................................ 12
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN...................................................................................................... 15
B.
SARAN.................................................................................................................. 15
Daftar Pustaka.................................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Analgetik adalah obat yang
mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi Analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi
rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Analgetik banyak digunakan adalah kortikosteroid
analgetika, antiradang atau Non- Steroid Anti-Inflammatory
Drugs (NSAIDs). Obat analgetik adalah obat penghilang nyeri yang
banyak digunakan untuk mengatasi sakit kepala, demam dan nyeri ringan.
Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu singkat,
obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan banyaknya macam obat
analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal untuk
pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan
keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang diminum dalam waktu bersamaan,
keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggalan respons tubuh pasien
terhadap terapi. Sebelum memilih obat penghilang nyeri yang tepat, sebaiknya
diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri yang dapat disembuhkan
dengan analgetika. (Medicastore,2008)
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
penggolongan obat analgetik NSAID dan AID ?
2.
Bagaimana
efek samping analgetik ?
3.
Bagaimana
dampak penggunaan analgetik pada kehamilan ?
4.
Berikan
contoh studi kasus penggunaan analgetik dan antipiretik pada anak dan ibu hamil
?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui penggolongan obat analgetik NSAID dan AID.
2.
Untuki
mengetahui efek samping analgetik.
3.
Untuk
mengetahui dampak penggunaan analgetik pada kehamilan.
4.
Untuk
mengetahui penggunaan analgetik dan antipiretik pada anak dan ibu hamil.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian Analgetik dan Antipiretik
Analgesik
atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit
atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat ini
digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering
mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu
komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau pereda nyeri.
Antipiretik adalah
zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh atau obat untuk menurunkan panas.
Hanya menurunkan temperatur tubuh saat panas tidak berefektif pada orang
normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu
gejala, fungsinya memberi tanda adanya gangguan-gangguan ditubuh
seperti peradangan infeksi kuman atau kejang
otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau
listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang
disebut mediator nyeri (pengantara). Ini
merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain.
Dari temat ini rangsang dialirkan
melalui syaraf sensoris ke S-S-P (Susunan Syaraf Pusat), melalui sumsum
tulang belakang ke talakus (optikus) kemudian kepusat nyeri dalam otak besar,
dimana rangsang terasa sebagai nyeri.
B.
Penggolongan Analgetik NSAID
1.
Pengertian NSAID
Obat antiinflamasi (anti radang) non
steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal
Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat
analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti
radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis
obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan
tergolong obat-obatan jenis narkotika.
2.
Cara Kerja NSAID
Nonsteroid anti-inflammatory drugs
(NSAIDs) menghambat enzim siklooksigenase dalam tubuh kita, enzim tersebut
berfungsi memproduksi prostaglandin. Prostaglandin menyebabkan munculnya rasa
nyeri karena mengiritasi ujung saraf perasa. Prostaglandin juga bagian dari
pengatur suhu tubuh. Golongan NSAID dapat mengurangi nyeri dengan turunnya
kadar prostaglandin. Efek lain akibat turunnya prostaglandin adalah
berkurangnya peradangan, pembengkakan, dan turunnya demam serta mencegah
pembekuan darah.
3.
Efek Samping Penggunaan NSAID
Semua jenis obat termasuk NSAID memiliki efek samping, namun tidak semua efek
samping dapat muncul. Efek yang sering
terjadi yaitu : pusing, sakit kepala, mual, diare, perut kembung, sulit buang
air besar, kelemahan otot, mulut kering.
Efek samping serius juga pernah
dilaporkan akibat penggunaan NSAID yaitu :
a.
Reaksi
alergi seperti kesulitan bernafas, biduran, pembengkakan bibir, lidah dan
wajah.
b.
Kram otot,
rasa baal.
c.
Peningkatan
berat badan yang cepat.
d.
Perdarahan
saluran cerna.
e.
Nyeri ulu
hati.
f.
Gangguan
pendengaran.
g.
Telinga
berdengung.
h.
Kram perut
i.
Gangguan
pencernaan
j.
Gangguan
tidur
k.
Mudah memar
atau berdarah
4.
Golongan NSAID
a. Salisilat
(Aspirin)
Lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesic antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan
standar dalam menilai efek obat sejenis.
1) Farmakodinamik
· Dosis toksik
obat memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan berat terjadi demam
dan hiperhidrosis. Untuk memperoleh efek anti inflamasi yang baik kadar plasma
perlu dipertahankan antara 250-300 μg/ml. Kadar ini tercapai dengan dosis
aspirin oral 4 gram per hari untuk orang dewasa.
· Efek
terhadap pernapasan. Pada dosis terapi salisilat mempertinggi konsumsi oksigen
dan produksi CO2. Peninggian P CO2 akan merangsang
pernapasan sehingga pengeluaran CO2 melalui alveoli
bertambah dan PCO2 dalam plasma turun. Meningkatnya ventilasi ini
pada awalnya ditandai dengan pernapasan yang lebih dalam sedangkan frekuensi
hanya sedikit bertambah. Salisilat yang mencapai medula, merangsang langsung
pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi dengan pernapasan yang dalam
dan cepat. Pada keadaan intoksikasi, berlanjut menjadi alkalosis respiratoar.
· Efek
terhadap keseimbangan asam basa. Dalam dosis terapi yang tinggi, salisilat
menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan produksi CO2 terutama
di otot rangka karena perangsangan fosforilasi oksidatif. Karbondioksida yang
dihasilkan mengakibatkan perangsangan pernapasan sehingga karbondioksida dalam
darah tidak meningkat.ekskresi bikarbonat yang disertai Na+ dan K+
melalui ginjal meningkat, sehingga bikarbonat dalam plasma menurun dan pH
darah kembali normal.
· Efek
urikosurik. Dosis kecil (1 g atau 2 g sehari) menghambat ekskresi asam urat,
sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat. Dosis 2 atau 3 g sehari
biasanya tidak mengubah ekskresi asam urat. Pada dosis lebih dari 5 g per hari
terjadi peningkatan ekskresi asam urat dalam darah menurun. Hal ini terjadi
karena pada dosis rendah salisilat menghambat sekresi tubuli sedangkan pada
dosis tinggi salisilat menghambat reasorbsinya dengan hasil akhir peningkatan
ekskresi asam urat.
· Efek
terhadap darah. Pada orang sehat, aspirin menyebabkan perpanjangan masa
perdarahan. Hal ini bukan karena hipoprotrombinemia, tetapi karena asetilasi
siklooksigenase trombosit sehingga pembentukan TXA2 terhambat.
Aspirin tidak boleh diberikan pada pasien dengan kerusakan hati berat,
hipoprotrombinemia, defisiensi vitamin K dan hemofilia, sebab dapat menimbulkan
perdarahan.
2) Farmakokinetik
· Pada
pemberian oral, sebagian salisilat diasorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di
lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas. Kadar tertinggi
dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Kecepatan absorpsinya tergantung
dari kecepatan disintegrasi dan dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan
waktu pengosongan lambung. Asam salisilat diabsorpsi cepat dari kulit sehat,
terutama bila dipakai sebagai obat gosok atau salep. Keracunan dapat terjadi
dengan olesan pada kulit yang luas.
· Setelah
diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan cairan
traseluler sehingga ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal, cairan
peritoneal, liur dan air susu. Mudah menembus sawar darah otak dan sawar darah
uri. Kira-kira 80% sampai 90% salisilat plasma terikat dalam albummin. Aspirin
diserap dalm bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama
dalam hati, sehingga kira-kira 30 menit terdapat dalam plasma.
b. Salisilamid
Salisilamid merupakan amida asam salisilat yang
memperlihatkan efek analgesic dan antipiretik mirip asetosal, walaupun dalam
badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat.
1) Farmakodinamik
Dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas
pertama, mudah diabsorpsi usus dan cepat didistribusi ke jaringan. Obat ini
menghambat glukoronidasi obat analgesik lain.
c. Para Amino
Fenol
Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan
asetaminofen. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen.
1) Farmakodinamik
Efek obat ini adalah menghilangkan atau mengurangi
nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis PG
yang lemah.
2) Farmakokinetik
Diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh
plasma antara 1-33 jam. Dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Metabolit hasil
hidroksil dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit.
Diekskresi melalui ginjal.
3) Efek samping
Fanasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama
pada pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme
autoimun, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal.
d. Pirazolon
dan derivat
Antipirin (fenazon) adalah 5-okso-1-fenil-2,
3-dimetilpirazolidin. Aminopirin (amidopirin) adalah derivat 4-dimetilamino
dari antipirin. Dipiron adalah derivat metansulfonat dari aminopirin yang larut
baik dalam air dan dapat diberikan secara suntikan.
a) Indikasi
Dipiron sebagai analgesik-antipiretik karena efek anti
inflamasinya lemah.
b) Efek samping
dan intoksikasi
Dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan
trombositopenia.
e. Asam
Mefenamat dan Meklofenamat
Asam mefenamat sebagai analgesik dan terikat sangat
kuat pada protein plasma. Meklofenamat sebagai obat anti inflamasi pada terapi
artritis reumatoid dan osteoartritis.
f. Diklofenak
Absorpsi obat ini melaui saluran cerna berlangsung
cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek
metabolisme lintas pertama sebesar 40-50%. Walau waktu paruh singkat yakni 1-3
jam, obat ini diakumulasi di cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di
sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.
Terdapat dua jenis obat yang termasuk dalam golongan
diklofenak, yaitu Na diklofenak dan K diklofenak. Perbedaan dari keduanya
adalah garam kalium yang ada di obat diklofenak lebih mudah larut dalam air
dibandingkan dengan garam natrium. Sehingga kalium diklofenak dapat diabsorpsi
lebih cepat dibandingkan dengan natrium diklofenak. Pada keadaan yang akut dan
nyeri yang agak berat, lebih baik menggunakan kalium diklofenak dibandingkan
dengan natrium diklofenak.
g. Fenbufen
Fenbufen merupakan pro_drug, jadi fenbufen
bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah asam-4-bifeil-asetat. Zat ini
mempunyai waktu paruh 10 jam sehingga cukup diberikan ½ kali sehari. Absorpsi
obat melalui lambung baik, dan kadar puncak metabolit aktif dicapai dalam 7,5
jam.
h. Ibuprofen
Bersifat analgesik dengan daya anti inflamasi yang
tidak terlalu kuat. Absorpsi cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam
plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam.
Ekskresi berlangsung cepat dan lengkap.
i. Naproksen
Insiden efek samping obat lebih rendah dibandingkan
derivat asam propionat lain. Absorpsi obat baik melaui lambung dan kadar puncak
plasma dicapai dalam 2-4 jam. Waktu paruh 14 jam. Tidak terdapat korelasi
antara efektivitas dan kadar plasma. Ekskresi terutama dalam urin.
j. Indometasin
Memiliki efek antiinflamasi dan analgesik-antipiretik
yang kira-kira sebanding dengan aspirin. Indometasin memiiki efek analgesik
perifer maupun sentral. In vitro, menghambat enzim siklooksigenasi. Metabolisme
terjadi di hati. Indometasin diekskresi dalam bentuk asal maupun metabolit
melalui urin dan empedu. Waktu paruh plasma kira-kira 2-4 jam.
k. Piroksikam
dan Meloksikam
Peroksikam adalah struktur baru yaitu oksikam, derivat
asam enolat. Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat
diberikan hanya sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di lambung, terikat
99% pada protein plasma. Obat ini menjalani siklus enterohepatik. Kadar taraf
mantap dicapai sekitar 7-10 hari dan kadar dalam plasma kira-kira sama dengan
kadar di cairan sinovia.Efek samping tersering adalah gangguan saluran cerna.
Melosikam cenderung menghambat koks-2 lebih dari
koks-1 tetapi penghambatan KOKS-1 pada dosis terapi tetap nyata.
l. Celecoxib
a) Celecoxib
digunakan pada osteoarthritis, rheumatoid arthritis, nyeri akut, nyeri haid,
dan gejala menstruasi, dan untuk menurunkan jumlah kejadian poli rectal dan
colon pada pasien dengan familial adenomatous polyposis.Indikasi utama
penggunaan celecoxib adalah untuk mengatasi nyeri jangka panjang yang reguler.
Efeknya sama kuat dengan parasetamol.
b) Celecoxib
sangat selektif terhadap COX-2 dan terutama menghambat produksi prostaglandin
dengan mengeblok isoform COX ini. Celecoxib tujuh kali lebih selektif pada
COX-2 dibanding COX-1.
c) Reaksi
alergi pada sulfonamide dan AINS lain diakibatkan adanya cincin sulfonamide.
Perlu diperhatikan pemberiannya pada pasien dengan riwayat asma dan urtikaria.
Penggunaan semua COX-2 selective inhibitor dapat meningkatkan risiko gangguan
pada sistem kardiovaskuler dan GIT. Meningkatkan risiko berkembangnya penyakit
jantung pada pemakaian 400 mg atau lebih per hari.
d) Penggunaan
ini perlu diperhatikan pada pasien dengan retensi cairan, hipertensi, gagal
jantung, asma karena snsitif aspirin, disfungsi hepar, gangguan fungsi ginjal,
pasien dengan diuretic, pasien dengan ACE inhibitor, usia lanjut, hamil, dan
laktasi.
e) Efek samping
celecoxib pada GIT berupa nyeri abdomen, diare, dyspepsia, flatulens, ulcus GI,
dan perdarahan. Celecoxib juga mengakibatkan nausea, nyeri pinggang, edema
perifer, dizziness, nyeri kepala, insomnia, faringitis, rhinitis, sinusitis,
skin rash, hipertensi eksaserbasi, dan angina pectoris.
f) Interaksi
terjadi pada penggunaan bersama ACE inhibitor, furosemide, tiazid, aspirin,
fluconazole, lithium, dan warfarin.
m. Nimesulide
Indikasi penggunaan pada osteoarthritis, penyakit
rheumatoid ekstra-artikular, nyeri dan inflamasi pascabedah dan setelah trauma
akut dan dysmenorrheal. Kontraindikasi pada tukak peptic, insufisiensi hepar
sedang sampai berat, disfungsi ginjal berat, riwayat hipersensitivitas, riwayat
perdarahan dan ulkusGI, gangguan koagulasi yang berat, trimester ketiga
gravida, laktasi, dan anak-anak. Dengan abnormalitas pada tes faal hepar
dan/atau tes fungsi ginjal, nimesulide sebaiknya segera dihentikan. Efek
samping berupa rash, urtikaria, pruritus, eritema, angioedema, nausea, nyeri
lambung, nyeri abdomen, diare, konstipasi, somnolens, nyeri kepala, dizziness,
vertigo, oligouria, edema, isolated hematuria, gagal ginjal, reaksi anafilaksis,
dyspnea, asma. Terjadi interaksi dengan obat-obat yang terikat dengan protein,
AINS lain, heparin, ticlopidine, litium, dosis tinggi metroxat, diuretic,
pentoksifilin, antihipertensi, dan trombolitik
C.
Efek Samping Analgetik
1.
Efek samping
yang ringan yaitu mengantuk
2.
Iritasi lambung, khususnya untuk golongan
Para-Amino-Salisilat (Asetosal & Asam Salisilat)
3.
Penurunan
daya reflek pada syaraf, jika pemakaian jangka lama
4.
Efek ketergantungan terjadi hanya pada
Analgesik Narkotik (co: Morphin)
5.
Kerusakan
hati dapat terjadi pada Paracetamol jika digunakan dalam jangka lama
6.
Kerusakan
ginjal dapat terjadi jika pemakaian Analgesik dalam jangka lama & terus
menerus
7.
Kerusakan
dapat terjadi pada reseptor penerima analgesik jika pemakaian berlebihan
D.
Dampak Analgetik pada Kehamilan
Penggunaan obat
Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan.
Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan cacat pada
janin. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai
masuk ke dalam sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi hampir
sama dengan kadar dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan membahayakan
bayi.
Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik, teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
Secara umum pengaruh obat pada janin dapat beragam sesuai dengan fase-fase berikut :
Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik, teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
Secara umum pengaruh obat pada janin dapat beragam sesuai dengan fase-fase berikut :
1.
Fase Implantasi yaitu pada
umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini obat dapat memberi pengaruh
buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk biasanya
menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).
2.
Fase Embrional atau Organogenesis, yaitu pada
umur kehamilan antara 4-8 minggu. Pada fase ini terjadi diferensiasi
pertumbuhan untuk pembentukan organ-organ tubuh, sehingga merupakan fase yang
paling peka untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Selama
embriogenesis kerusakan bergantung pada saat kerusakan terjadi, karena selama
waktu itu organ-organ dibentuk dan blastula mengalami deferensiasi pada waktu
yang berbeda-beda. Jika blastula yang dipengaruhi masih belum berdeferensiasi
dan kerusakan tidak letal maka terdapat kemungkinan untuk restitutio integrum.
Sebaliknya jika bahan yang merugikan mencapai blastula yang sedang dalam fase
deferensiasi maka terjadi cacat (pembentukan salah).
Berbagai pengaruh buruk yang terjadi
pada fase ini antara lain :
a.
Gangguan
fungsional atau metabolic yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian jadi
tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan.
b.
Pengaruh
letal berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
c.
Pengaruh
sub-letal, tidak terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi anatomik
(struktur) pertumbuhan organ atau pengaruh teratogenik. Kata teratogenik
sendiri berasal dari bahasa yunani yang berarti monster.
3.
Fase Fetal yaitu pada
trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi maturasi dan
pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing bagi janin
dalam fase ini dapat berupa gangguan pertumbuhan baik terhadap fungsi-fungsi
fisiologik atau biokimiawi organ-organ.
E.
Studi Kasus Penggunaan Analgetik dan
Antipiretik
1.
Penggunaan Analgetik dan Antipiretik
pada Ibu Hamil
Seorang ibu Ny. R, umur 27 tahun G1
P0 A0, Umur Kehamilan 38 minggu. Ibu mengatakan sering merasakan nyeri pada panggul.
A.Pembahasan :
Keluhan nyeri selama masa kehamilan
umum di jumpai. Hal ini berkaitan dengan masalah fisiologis dari si ibu karena
adanya tarikan otot-otot dan sendi karena kehamilan maupun sebab-sebab yang
lain. Untuk nyeri yang tidak berkaitan dengan proses radang, pemberian obat
pengurang nyeri biasanya dilakukan dalam jangka waktu relatife pendek. Untuk
nyeri yang berkaitan dengan proses radang, umumnya diperlukan pengobatan dalam
waktu tertentu. Penilaian yang seksama terhadap pereda nyeri perlu dilakukan
agar dapat ditentukan pilihan jenis obat yang paling tepat.
Pemakaian NSAID (Non Steroid Anti Infamantory Drug) sebaiknya dihindari pada TM III. Obat-obat tersebut menghambat sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita hamil dapat menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal janin, menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan kelahiran. Pengobatan NSAID selama trimester akhir kehamilan diberikan sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari sebelum hari perkiraan lahir, obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan ini adalah diklofenac, diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac, asam mefenamat, nabumeton, naproxen, phenylbutazon, piroksikam, sodium salisilat, sulindac, tenoksikam, asam tioprofenic mempunyai mekanisme lazim untuk menghambat sintesis prostaglandin yang terlibat dalam induksi proses melahirkan.
Pemakaian NSAID (Non Steroid Anti Infamantory Drug) sebaiknya dihindari pada TM III. Obat-obat tersebut menghambat sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita hamil dapat menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal janin, menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan kelahiran. Pengobatan NSAID selama trimester akhir kehamilan diberikan sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari sebelum hari perkiraan lahir, obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan ini adalah diklofenac, diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac, asam mefenamat, nabumeton, naproxen, phenylbutazon, piroksikam, sodium salisilat, sulindac, tenoksikam, asam tioprofenic mempunyai mekanisme lazim untuk menghambat sintesis prostaglandin yang terlibat dalam induksi proses melahirkan.
2.
Penggunaan Analgetik dan Antipiretik
pada Anak
Seorang Anak A berusia 8 tahun,
datang dengan keluhan demam.
a.
Pembahasan :
Demam pada anak merupakan keluhan
tersering yang membuat orangtua khawatir dan membawa anaknya ke dokter
atau petugas kesehatan. Banyak orang tua yang memberikan obat antipiretik (penurun panas) meskipun anak hanya menderita
sakit demam atau bahkan tidak sama sekali,karena orangtua merasa khawatir dan
selalu menganggap bahwa anak harus tetap dalam suhu normal.
Demam bagaimanapun bukanlah suatu penyakit primer tetapi merupakan sebuah
mekanisme fisiologis yang berguna untuk menangani suatu infeksi. Sampai saat ini tidak ada bukti bahwa demam dapat memperburuk perjalanan
suatu penyakit atau menyebabkan komplikasi neurologis jangka panjang.
Sehingga tujuan utama penanganan demam
pada anak adalah untuk meningkatkan kenyamanan anak secara keseluruhan daripada terfokus pada
menormalkan suhu tubuh anak.
Yang paling penting diterangkan kepada orang tua adalah memperhatikan
kondisi umum anak secara keseluruhan, pengawasan tanda bahaya seperti anak demam tinggi (>39C), anak gelisah
atau rewel, malas minum, kaki teraba dingin, penurunan kesadaran dan kejang.
Orangtua juga harus menyadari pentingnya
peningkatan pemberian cairan pada anak serta penggunaan obat antipiretik
secara rasional.
b.
Pemberian
antipiretik :
Bukti
penelitian saat ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan substansial dalam
keamanan dan efektivitas antara acetaminophen dan ibuprofen. Dokter tetap harus
menjelaskan kapan perlunya penggunaan antipiretik pada anak.
1)
Parasetamol
Pemberian parasetamol dibatasi
pada anak umur lebih dari 2 bulan yang menderita demam tinggi >39C danyang
gelisah atau rewel karena demam tinggi tersebut. Dosis parasetamol 10
mg/kgBB per 6 jam.
c.
Perawatan
penunjang :
Anak dengan
demam sebaiknya berpakaian tipis, dijaga tetap hangat namun ditempatkan pada
ruangan dengan ventilasi baik dan dibujuk untuk banyak minum. Kompres air
hangat hanya menurunkan suhu badan selama pemberian kompres.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Penggunaan obat
Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan.
Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan cacat
pada janin. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta
sampai masuk ke dalam sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi
hampir sama dengan kadar dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan membahayakan
bayi.
B.
Saran
1.
Diharapkan
penggunaan obat analgetik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus
diperhatikan
2.
Penggunaan
obat yang berlebihan dapat membahayakan, di anjurkan memenuhi resep dokter
3.
Penyalahgunaan
obat-obat analgetika narkotik oleh ibu hamil dapat menyebabkan ketergantungan pada janin dalam kandungan
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Agung Endro. 2012. Farmakologi Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Tjay, T.H., K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya.
Edisi Kelima. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT Elex Media
Widodo, Samekto dan Abdul Gofir. 2001. Farmakoterapi
dalam Neurologi. Jakarta : Salemba Medika
http://www.scribd.com/doc/76650355/1/Latar-Belakang diunduh
pada tanggal 20 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar