Rabu, 26 April 2017

Mendampingi pasien kritis,berduka dan kehilangan



KEHILANGAN

A.PENGERTIAN KEHILANGAN
      Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Ø  Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Ø  Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

B.FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI KEHILANGAN,TERGANTUNG :
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu

C.TIPE KEHILANGAN
Kehilangan dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
a. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
b. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.



D.JENIS-JENIS KEHILANGAN
Terdapat 5 jenisi kehilangan, yaitu:

ü  Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.

ü  Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.

ü  Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.

ü  Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.

ü  Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.


E.RENTANG RESPON KEHILANGAN
         1.Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase marah(anger)
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase tawar- menawar(bargaining).
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.

4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “




BERDUKA


A.PENGERTIAN BERDUKA
      Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

Ø  Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Ø  Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.


B.TEORI DARI PROSES BERDUKA
      Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.

ü  Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

Ø  Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

Ø  Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

Ø  Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

Ø  Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
Ø  Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:

a)Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.

b)  Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.

c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.

d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.

e)Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.

3.Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4.  Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
   1. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
2.  Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
3.  Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.



MENDAMPINGI PASIEN KRITIS

A.Definisi Pasien Yang Mengalami Kritis
Definisi pasien krisis adalah perubahan dalm proses yang mengindikasikan hasilnya sembuh atau mati, sedangkan dalam bahasa yunani artinya berubah atau berpisah.
Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.
Prioritas pasien yang dikatakan kritis
1. Pasien prioritas 1
kelompok ini merupakan pasien sakit kritis ,tidak stabil,yang memerlukan perawatan inensif ,dengan bantuan alat – alat ventilasi ,monitoring, dan obat – obatan vasoakif kontinyu dan lain – pain.misalnya pasien bedah kardiotorasik,atau pasien shock septik.pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu.
2. Pasien prioritas 2
pasien ini memerluakn pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera,karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arteri cateteter sangat menolong.misalnya pada pasien penyakit jantung,paru,ginjal, yang telah mengalami pembedahan mayor.pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya.
3. Pasien prioritas 3
pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan sebelumnya,penyakityang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing – masing atau kombinasinya,sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi icu.
contoh pasien ini adalah pasien dengan keganasan metastasik disertai penyulit infeksi pericardial tamponade,atau sumbatan jalan napas atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.

 B.Karakteristik Situasi Kritis
Secara umum karakter pasien dibedakan mejadi 2 tipe.
 Yang cenderung ingin mencari informasi lebih jelas –information seeking-  dan ada yang tidak begitu mementingkan penjelasan  dokter –non information seeking-. Para pasien yang jenis kedua  hampir jarang ditemukan di era saat ini. Mungkin yang masih ada di pedesaan yang pendudukny masih polos,  kalangan yang latar pendidikannya  kurang, para pasien yang sudah terlampau percaya pada dokternya atau  terlanjur  menganggap therapi yang diberikan dokter  selalu cocok dengan segala macam  gejala penyakit yang dikeluhkan. Mereka tidak terlalu peduli  apa nama penyakitnya, bagaimana bisa terjadi, bagaimana kemungkianan sembuh dan lain-lain. Sudah cukup dengan diberikan obat , menerima nasehat mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Begitu saja, tidak lebih.
Berbeda dengan yang kedua di atas, para pasien golongan pencari informasi akan lebih aktif bertanya kepada dokternya. Mereka belum merasa puas kalau dokter belum bisa atau pun belum sempat menjawab pertanyaan mereka. Didasari juga oleh pengaruh psikis, golongan pasien ini dibedakan lagi antara yang bisa menerima penjelasan dokter secara proporsional dan ada juga yang bertype agak ‘ngeyel’
Menghadapi hal ini, solusinya adalah dengan memberikan penjelasan kepada keluarga yang berpengaruh dan bisa berkomunikasi dengan keluarga pasien yang lain. Atau bisa juga dengan mengumpulkan semua keluarga terlebih dulu sebelum dokter memberikan penjelasan  tentang kondisi  si pasien.

ü  Tugas dan tanggung jawab perawat dalammenangani pasien kritis
1.Tujuan menyelamatkan kehidupan
2.Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan.monitoring ketat disertai kemampuan menginterprestasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
3.Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan.
4.Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5.Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien.

ü  Tugas dan tanggung jawab
1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatanintensif dengan konsisten.
2. Meghormati sesama sejawat dan timlainnya.
3. Megintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan kusus serta diikuti oleh nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan.




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analgesi Epidural

A. Pengertian Analgesia epidural Analgesia Epidural adalah Nyeri yang dirasakan selama kala satu persalina terjadi akibat kontraksi uteru...